Senin, 21 Mei 2012

Seminar Mewarnai ICT Masa Depan Melalui Penguasaan Sistem Informasi Akuntansi

Pada tanggal 27 April 2012 Universitas Gunadarma mengadakan seminar yang bertemakan " Mewarnai ICT Masa Depan Melalui Penguasaan Sistem Informasi Akuntansi" bekerjasama dengan PT Zahir. Pada hari itu pula dilaksanakan MOU antara Universitas Gunadarma dengan PT Zahir dengan di gunakannya Software zahir di Universitas Gunadarma. "Zahir Accounting Software" Zahir accounting adalah sebuah program akuntansi berbahasa Indonesia, mudah digunakan, berkualitas dan berdayaguna tinggi, dirancang tepat dengan kebutuhan usaha kecil dan menengah di Indonesia. Zahir Accounting merupakan solusi di bidang usaha: 1. Dagang dan distribusi Dirancang bagi usaha dan distribusi yang memerlukan pembukuan yang terintegrasi dengan pengelolaan stok, keluar masuk barang, hutang piutang dan tagihan 2. Ritel Dirancang bagi usaha ritel untuk mengelola jumlah item barang yang banyak dengan tingkat kecepatan transaksi yang tinggi. serta terintegrasi dengan sistem keuangan untuk mendukung operasional dan pengambilan keputusan. 3. Jasa Dirancang bagi usaha kecil dan menengah dalam bidang jasa, mendukung kegiatan operasional seperti mencatat pendapatan atas jas, pengeluaran dan aktifitas keuangan lainnya. 4. Kontraktor Dirancang bagi usaha kointraktor yang memerlukan pembukuan praktis dan lengkap, untuk mengelola proyek mulai dari menentukan anggaran proyek sampai menghitung laba rugi per proyek. 5. Manufaktur Dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembukaan industri sederhana maupun kompleks, yang memproduksi barang tertentu dari bahan baku sampai menjadi barang siap jual.
sertifikat:

"Personal Income Taxes workshop"

Sebagai salah satu syarat kelulusan di kampus Gunadarma, mahasiswa di wajibkan untuk mengikuti 1 kursus dan 1 worksop. Dikarenakan sudah mengikuti kursus pada tahun yang lalu saya dan teman-teman berbondong-bondong untuk mengikuti workshop saja kali ini. setelah melihat jadwal-jadwal yang di pasang di BAAK, setelah melewati musyawarah mufakat (ceileh) kita pun sepakat untuk mengikuti workshop.. jreng..jrennnngg.. yaaaaaaak.. "PERSONAL INCOME TAXES"!! workshop ini berlangsung pada: Hari/tanggal:Selasa, 20 Maret 2012 pukul : 9.00 - 17.00 tempat : kampus D Gunadarma Margonda Worksop Personal Income taxes ini berjalan dengan cukup lancar, pada workshop ini ada beberapa materi yang kami dapat antara lain: 1. Taxation Prinsiples 2. Introduction to Income Taxes 3. Personal Income Taxes 4. Tax subjects 5. Tax Objects 6. free Taxes Income 7. Income Taxes Rate 8. Reporting SPT 1770 9. Exercising and game Dari semua materi yang diberikan para peserta pun cukup aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. sehingga banyak ilmu yang di dapat oleh para peserta. semoga workshop yang dilaksanakan ini memberikan manfaat bagi para peserta dan faedah bagi kita semua. sertifikat:

Senin, 30 April 2012

"Pengelolaan Asuransi TKI Tidak Transparan"

JAKARTA-SuaraPekerja.com Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa penyelenggaraan asuransi tenaga kerja Indonesia belum dikelola dengan baik dan transparan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Akibatnya, asuransi belum memberi perlindungan secara adil kepada TKI. Hal tersebut terungkap dalam Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan pada 12 Februari 2011. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada Kementerian Tenaga Kerja. Sembilan konsorsium asuransi yang dimaksudkan BPK adalah konsorsium Asuransi Jasindo, konsorsium Asuransi Adira, konsorsium Asuransi Mitra Sejahtera, konsorsium Asuransi Proteksi, konsorsium Asuransi AJB Bumiputera, konsorsium Asuransi Dhaman Syamil, konsorsium Asuransi Tripuri, konsorsium Asuransi Ta’awun Syariah, dan konsorsium Asuransi Barokah. BPK mengungkapkan, setiap TKI dikenai biaya asuransi sebesar Rp 400 ribu, meliputi sebelum penempatan, masa penempatan, dan setelah penempatan. Hasil pemeriksaan menyebutkan, penunjukan konsorsium dilakukan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja selama 2006-2009 melibatkan 48 perusahaan dan 8 broker asuransi. Penunjukan ini disertai dengan jenis dan biaya pertanggungan yang sudah ditetapkan, sehingga menciptakan persaingan tidak sehat. Dampaknya, “Konsorsium asuransi tidak berlomba memperbaiki kinerja jaringan dan pelayanan, melainkan berlomba-lomba memberikan diskon premi dan tawar-menawar harga premi kepada PPTKIS (perusahaan pelaksana tenaga kerja Indonesia swasta). Konsorsium juga dinilai tak terbuka melaporkan produksi polis dan klaim. Bahkan situs web konsorsium, yang seharusnya dapat diakses, sering kali mengalami kendala teknis. Data produksi dan klaim TKI sulit diakses. Bahkan ada konsorsium yang sengaja menyembunyikan data produksi dan klaimnya. Masalah lain, adanya unsur kesengajaan PPTKIS tak mengikutkan TKI dalam program asuransi, khususnya asuransi sebelum penempatan. Cara ini dilakukan agar premi yang dibayarkan perusahaan sedikit. Padahal, “Para TKI diwajibkan membayarkan premi dari pemotongan gaji. Tak hanya itu, kewajiban konsorsium menyelesaikan klaim sering terlambat dan tak jelas statusnya. “Banyaknya klaim asuransi TKI yang tak cair sering menimbulkan pertanyaan apakah proses klaimnya disetujui tapi lambat atau klaimnya ditolak.” “Perwakilan konsorsium asuransi pada negara penempatan juga sering tidak ada atau ada tapi tidak diketahui perwakilan RI,” tulis BPK dalam laporan hasil pemeriksaan. Pertanggungan yang seharusnya diberikan, misalnya pemutusan hubungan kerja sepihak, pelecehan seksual, dan kecelakaan kerja yang berakhir pada pemberhentian TKI oleh majikan, juga sulit untuk diklaim. Selain itu, biaya pengacara untuk mendampingi TKI bermasalah hukum di negara penempatan tak segera dibayarkan konsorsium asuransi. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan akan menghapus biaya pembinaan TKI sebesar US$ 15. “Agar TKI tidak terlalu terbebani,” ujarnya kemarin. Setiap tahun, kata Muhaimin, negara mendapat dana Rp 58 miliar dari pungutan ini dan masuk ke penerimaan negara bukan pajak. Muhaimin mengklaim dana tersebut digunakan sepenuhnya untuk perlindungan TKI oleh Kementerian Tenaga Kerja serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI.(red) Sumber: http://www.suarapekerja.com/pengelolaan-asuransi-tki-tidak-transparan Permasalahan: Setelah membaca artikel di atas, dapat kita simpulkan bahwa permasalahn yang sedang dihadapi yaitu: 1) Penyelenggaraan asuransi tenaga kerja Indonesia yang belum dikelola dengan baik dan transparan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2) Selain itu Konsorsium asuransi ada juga dinilai tidak terbuka dalam melaporkan produksi polis dan klaim, serta ada konsorsium yang sengaja menyembunyikan data produksi dan klaimnya. 3) Adanya unsur kesengajaan PPTKIS tak mengikutkan TKI dalam program asuransi. 4) Dan kewajiban konsorsium dalam menyelesaikan klaim sering terlambat dan tak jelas statusnya. 5) Konsorsium dalam menyelesaikan klaim sering terlambat dan tak jelas statusnya. “Banyaknya klaim asuransi TKI yang tak cair sering menimbulkan pertanyaan apakah proses klaimnya disetujui tapi lambat atau klaimnya ditolak.” Ulasan : Dari permasalahan-permasalahan yang sudah disebutkan diatas, dapat dilihat akibat-akibat yang terjadi dari setiap permaslahan tersebut: 1) Penyelenggaraan asuransi tenaga kerja Indonesia yang belum dikelola dengan baik dan transparan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengakibatkan asuransi belum memberi perlindungan secara adil kepada TKI. 2) Konsorsium asuransi yang dinilai tidak terbuka melaporkan produksi polis dan klaim serta konsorsium yang sengaja menyembunyikan data produksi dan klaimnya. hal ini mengakibatkan Konsorsium asuransi tidak berlomba memperbaiki kinerja jaringan dan pelayanan, melainkan berlomba-lomba memberikan diskon premi dan tawar-menawar harga premi kepada PPTKIS (perusahaan pelaksana tenaga kerja Indonesia swasta). 3) Adanya unsur kesengajaan PPTKIS tak mengikutkan TKI dalam program asuransi, khususnya asuransi sebelum penempatan Padahal, Para TKI diwajibkan membayarkan premi dari pemotongan gaji . Cara ini dilakukan agar premi yang dibayarkan perusahaan sedikit. 4) Kewajiban konsorsium yang dalam menyelesaikan klaim sering terlambat dan tak jelas statusnya. “Banyaknya klaim asuransi TKI yang tak cair sering menimbulkan pertanyaan apakah proses klaimnya disetujui tapi lambat atau klaimnya ditolak.” Kesimpulan dan Saran: Dari artikel di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan Asuransi TKI yang dijalankan tidak transparan. Hal ini dapat dilihat dari - Penyelenggaraan asuransi tenaga kerja Indonesia yang belum dikelola dengan baik dan transparan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sehingga mengakibatkan asuransi belum memberi perlindungan secara adil kepada TKI. - Selain itu Konsorsium asuransi yang dinilai tidak terbuka melaporkan produksi polis dan klaim serta konsorsium yang sengaja menyembunyikan data produksi dan klaimnya sehingga mengakibatkan Konsorsium asuransi tidak berlomba memperbaiki kinerja jaringan dan pelayanan. - Dan adanya unsur kesengajaan PPTKIS tak mengikutkan TKI dalam program asuransi, khususnya asuransi sebelum penempatan - kewajiban konsorsium menyelesaikan klaim sering terlambat dan tak jelas statusnya. “Banyaknya klaim asuransi TKI yang tak cair sering menimbulkan pertanyaan apakah proses klaimnya disetujui tapi lambat atau klaimnya ditolak.” Saran: Sebaiknya, dalam pelaksanaan pengelolaan Asuransi TKI dilaksanakan dengan baik dan transparan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sehingga asuransi dapat memberikan perlindungan secara adil kepada TKI. Selain itu, Konsorsium juga harus lebih terbuka dalam melaporkan produksi polis dan klaim. Situs web konsorsium seharusnya dapat diakses dengan mudah, sehingga tidak sering mengalami kendala teknis. dan data produksi dan klaim TKI mudah diakses. Konsorsium seharusnya lebih terbuka dalam hal data produksi dan klaimnya dan dapat menyelesaikan klaim dengan tepat waktu dan jelas statusnya. sehingga tak banyak klaim asuransi TKI yang tak cair yang dapat menimbulkan pertanyaan apakah proses klaimnya disetujui tapi lambat atau klaimnya ditolak. Dengan adanya keterbukaan dari pihak asuransi itu sendiri diharapkan para TKI mendapatkan perlindungan secara adil. Sehingga para TKI tersebut juga merasa nyaman dalam mengikuti program asuransi tersebut.

Konvergensi PSAK ke IFRS

PENDAHULUAN Latar Belakang Akuntansi pada dasarnya seperti pedang bermata dua, di satu sisi bisa menjadi bahasa yang menyampaikan informasi keuangan yang bermanfaat bagi para stakeholder, namun di sisi lain bisa menjadi racun ketika informasi yang disajikannya ternyata tidak benar. Akuntansi disebut sebagai bahasa bisnis karena merupakan suatu alat untuk menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Semakin baik kita mengerti bahasa tersebut, maka semakin baik pula keputusan kita, dan semakin baik kita dalam mengelola keuangan. Untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut, maka digunakanlah laporan akuntansi atau yang dikenal sebagai laporan keuangan. International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair‘. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah dampak bagi pelaporan keuangan suatu perushaan setelah mengadopsi IFRS. PEMBAHASAN Konvergensi PSAK ke IFRS Dua puluh Sembilan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) masuk dalam program konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI tahun 2009 dan 2010. "Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012," demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada Public Hearing Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan, di Jakarta Kamis 20 Agustus 2009 lalu. Program konvergensi DSAK selama tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, yang meliputi: 1. IFRS 2 Share-based payment 2. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates 3. IAS 27 Consolidated and separate financial statements 4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations 5. IAS 28 Investments in associates 6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures 7. IFRS 8 Operating segment 8. IAS 31 Interests in joint ventures 9. IAS 1 Presentation of financial 10. IAS 36 Impairment of assets 11. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent asset 12. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors 13. Program konvergensi DSAK selama tahun 2010 adalah sebanyak 17 Standar sebagai berikut: 1. IAS 7 Cash flow statements 2. IAS 41 Agriculture 3. IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance 4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies 5. IAS 24 Related party disclosures 6. IAS 38 Intangible Asset 7. IFRS 3 Business Combination 8. IFRS 4 Insurance Contract 9. IAS 33 Earnings per share 10. IAS 19 Employee Benefits 11. IAS 34 Interim financial reporting 12. IAS 10 Events after the Reporting Period 13. IAS 11 Construction Contracts 14. IAS 18 Revenue 15. IAS 12 Income Taxes 16. IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources 17. IAS 26 Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plan Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi DSAK IAI periode 2009-2012. Implementasi program ini akan dipersiapkan sebaik mungkin oleh IAI. Dukungan dari semua pihak agar proses konvergensi ini dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan. Ditambahkan bahwa tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, mengupdate SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya. Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan dapat membentuk tim sukses konvergensi IFRS untuk mengupdate pengetahuan Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait serta Memberikan input/komentar terhadap ED dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK maupun IASB. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang perlu terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuanganseperti penilai dan aktuaris. Asosiasi Industri diharap dapat menyusun Pedoman Akuntansi Industri yang sesuai dengan perkembangan SAK, membentuk forum diskusi yang secara intensif membahas berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan secara proaktif memberikan input/komentar kepada DSAK IAI. Program Kerja DSAK lainnya yaitu: Mencabut PSAK yang sudah tidak relevan karena mengadopsi IFRS; Mencabut PSAK Industri; Mereformat PSAK yang telah diadopsi dari IFRS dan diterbitkan sebelum 2009; Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan konsistensi penggunaan istilah; Mengadopsi IFRIC dan SIC per 1 January 2009; Memberikan komentar dan masukan untuk Exposure Draft dan Discussion Paper IASB; Aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan organisasi standard setter, pembuat standar regional/internasional; serta Menjalin kerjasama lebih efektif dengan regulator, asosiasi industri dan universitas dalam rangka konvergensi IFRS. IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC). Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id) Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan. Struktur IFRS International Financial Reporting Standards mencakup: • International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001 • International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001 • Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001 • Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org) Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009). Konvergensi ke IFRS di Indonesia Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB. Adapun posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut ini. Tabel 1: IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke dalam PSAK hingga 31 Desember 2008 1. IAS 2 Inventories 2. IAS 10 Events after balance sheet date 3. IAS 11 Construction contracts 4. IAS 16 Property, plant and equipment 5. IAS 17 Leases 6. IAS 18 Revenues 7. IAS 19 Employee benefits 8. IAS 23 Borrowing costs 9. IAS 32 Financial instruments: presentation 10. IAS 39 Financial instruments: recognition and measurement 11. IAS 40 Investment propert Tabel 2: IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2009 1. IFRS 2 Share-based payment 2. IFRS 4 Insurance contracts 3. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations 4. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources 5. IFRS 7 Financial instruments: disclosures 6. IAS 1 Presentation of financial statements 7. IAS 27 Consolidated and separate financial statements 8. IAS 28 Investments in associates 9. IFRS 3 Business combination 10. IFRS 8 Segment reporting 11. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors 12. IAS 12 Income taxes 13. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates 14. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans 15. IAS 31 Interests in joint ventures 16. IAS 36 Impairment of assets 17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets 18. IAS 38 Intangible assets Tabel 3: IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2010 1. IAS 7 Cash flow statements 2. IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance 3. IAS 24 Related party disclosures 4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies 5. IAS 33 Earning per share 6. IAS 34 Interim financial reporting Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY) Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions) Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional. IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan. IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC. IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang : 1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan 2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS 3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna Manfaat dari adanya suatu standard global: 1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi local 2. investor dapat membuat keputusan yang lebih baik 3. perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi 4. gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi. Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak Negara yang telah mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standard nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Usaha-usaha standard internasional ini dilakukan secara sukarela, saat standard internasional tidak berbeda dengan standard nasional, maka tidak akan ada masalah, yang menjadi masalah, apabila standard internasional berbeda dengan standard nasional. Bila hal ini terjadi, maka yang didahulukan adalah standard nasional (rujukan pertama). Banyak pro dan kontra dalam penerapan standard internasional, namun seiring waktu, Standard internasional telah bergerak maju, dan menekan Negara-negara yang kontra. Contoh : komisi pasar modal AS, SEC tidak menerima IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan yang diserahkan perusahaan-perusahaan yang mencatatkan saham pada bursa efek AS, namun SEC berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk membuat pasar modal AS lebih dapat diakses oleh para pembuat laporan non-AS. SEC telah menyatakan dukungan atas tujuan IASB untuk mengembangkan standard akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan yang digunakan dalam penawaran lintas batas. Dengan pengadopsian IFRS memang diperuntukkan sebagai contoh bahwa dalam hidup kita memang mengalami perubahan, dan perubahan ini terjadi akibat adanya perkembangan dari segala aspek. Namun dalam mengadopsi IFRS , sayangnya masih terdapat pihak-pihak yang mungkin menentangnya, contoh alasannya adalah pemahaman yang mungkin masih dirasa kurang. Mengapa tidak, IFRS ini dalam penjelasannya masih menggunakan bahasa Inggris yang berarti kita harus menerjemahkannya kedalam bahasa yang sesuai dengan Negara yang akan menganutnya. Dengan ini, permasalahannya adalah kita memerlukan banya waktu untuk menerjemahkan. Serta anggapan bahwa dengan pengubahan ini menimbulkan biaya yang lumayan besar. Karena inilah pengadopsian IFRS di Indonesia belum berjalan. sumber: http://theinspiringblog.blogspot.com/2011/02/konvergensi-ifrs-international.html http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=84 http://gieliciousblog.blogspot.com/ http://mikhaanitaria.blogspot.com/2011/05/konvergensi-psak-ke-ifrs.html

Senin, 12 Maret 2012

"My Life not be going the way I planned, but it's going exactly the way God planned it."

Sabtu, 03 Maret 2012

Kementerian DimintaTingkatkan Kualitas Laporan Keuangan

JAKARTA (Suara Karya) Wakil Presiden (Wapres) Boediono meminta seluruh kementerian/ lembaga (k/l) negara serta pemerintah daerah untuk menyiapkan rencana aksi guna mempercepat peningkatan kualitas laporan keuangan (LK).

"Saya harapkan setiap lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah, punya action plan (rencana aksi). Tentu titik tolaknya hasil dari BPK. Jadi, dengan sasaran dan penanggung jawab yang jelas," kata Wapres saat membuka rapat kerja nasional akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah 2011 di Jakarta, Senin (19/9).

Wapres lantas juga menyoroti masalah kualitas SDM dalam pembuatan laporan keuangan pemerintah. Menurut dia, diperlukan peningkatan kapasitas pejabat pengelola keuangan melalui pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi kompetensi.

Seperti diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan tahun 2010 kepada 53 kementerian/lem baga negara serta 32 pemerintah daerah, di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

(BNP2TKI)

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, opini WTP dari BPK terkait audit laporan keuangan (LK) merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran di KKP. Apalagi setelah lima tahun sebelumnya mendapatkan predikat disclaimer (tanpa pendapat).

"Saya bangga dengan apa yang didapat KKP saat ini dalam pengelolaan keuangan. Ini menunjukkan kerja keras pejabat dan seluruh jajaran di KKP untuk menggunakan anggaran secarabaik dan teratur," ujarnya.

Menurut dia, peningkatan opini dari BPK untuk KKP juga tidak lepas dari hasil kerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta asistensi dari BPK.

"Raihan KKP ini dua tahun lebih cepat dari target yang tertuang dalam kontrak kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Presiden. Artinya, kader Golkar dapat menunjukkan kualitasnya berupa prestasi dalam pengelolaan keuangan dan kinerja yang baik di

KKP, ujarnya.

Sementara itu, Kepala BXP2TKI Moh Jumhur Hidayat juga menyampaikan kebanggaannya atas predikat WTP yang diterima dari BPK. Apalagi ini sudah terjadi selama tiga tahun berturut-turut "BNP2TK! kembali menerima penghargaan WTP dari BPK yang diserahkan langsung oleh Wapres. Semoga penghargaan ini dapat terus dipertahankan di masa mendatang," ucapnya.

Untuk itu, Jumhur lantas mengapresiasi seluruh pimpinan dan jajaran di

BNP2TK1 karena bisa mempertahankan kualitas laporan keuangan dalam penggunaan anggaran.

"Pada 2010 lalu, BNP2-TKI juga mendapat penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas keberhasilannya memberikan pelayanan prima, khususnya dalam sistem pelayanan terpadu satu pintu di NTB dan pelayanan terpadu di tempat pemulangan TKI di Gedung Pendataan Selapajang, Tangerang, Banten.

SuaraKarya,01September2011, Hal.6

Sumber: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/6167/Kementerian-DimintaTingkatkan-Kualitas/

TINGKATKAN LAPORAN KEUANGAN PU, ITJEN GELAR SOSIALISASI

Dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Inspektorat Jenderal (Itjen) menyelenggarakan sosialisasi selama 3 hari, yang dimulai hari ini (18/1). Acara yang diikuti sebanyak 80 orang tersebut bertajuk “Sosialisasi Pedoman Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan Semester II Tahun 2011” dan dibuka Inspektur Wilayah II Gondo Suhadyo di Diklat PU Wilayah VI Jakarta. Acara ini juga dihadiri oleh Direktur Pengawasan Industri dan Distribusi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mirawati Sudjono, perwakilan BPKP dari seluruh Indonesia, dan auditor di lingkungan Itjen.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian PU dalam sambutannya yang dibacakan Inspektur Wilayah II mengatakan, laporan keuangan pemerintah pada tahun ini ditargetkan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemerika Keuangan (BPK) RI sesuai dengan program pemerintah di tahun 2012. Melalui kegiatan sosialisasi ini, diharapkan penyusunan laporan keuangan oleh satuan kerja (satker) di lingkungan Kementerian PU akan menjadi lebih baik. Jika terdapat kendala dalam penyelenggaraan akuntansi, diharapkan dapat teridentifikasi dan diselesaikan sehingga Kementerian PU dapat mencapai target tersebut.

Pelaksanaan kegiatan sosialisasi ini juga terus dilakukan secara berkesinambungan sejak tahun 2009 antara Itjen Kementerian PU bekerja sama dengan BPKP dalam upaya perbaikan pencatatan aset dan pelaporan keuangan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang tertib, transparan, dan akuntabel.

Terhadap temuan hasil audit BPK, ada beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut dari satminkal, antara lain terkait inkonsistensi pada pemahaman BAS (Bagan Akun Standar) di mana terdapat perbedaan pendapat mengenai belanja barang dan belanja modal khususnya dalam APBN Stimulus. Permasalahan lain yaitu masih terdapat dispute terkait pencatatan Rumah Negara Golongan III dan pencatatan Barang Milik Negara (BMN) yang tidak diperoleh dari belanja Kementerian PU. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan melakukan koreksi dan koordinasi dengan pihak terkait.

Acara sosialisasi sendiri akan diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain: Paparan Rencana Kerja Pendampingan, Paparan Laporan Hasil Audit BPK-RI Tahun 2011, Panel Diskusi Permasalahan Penyusunan Laporan Keuangan, dan Pelatihan Aplikasi SAI dan SIMAK BMN. Setelah kegiatan ini selesai, akan dilanjutkan dengan Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan Semester II Tahun 2011 di Kantor Unit Akuntansi tingkat Wilayah/ Koordinator Wilayah/ Dinas setiap Provinsi di seluruh Indonesia antara Minggu IV bulan Januari 2012 sampai dengan minggu IV Februari 2012. (san/ifn)

Sumber: http://www.pu.go.id/punetnew2010/indexa.asp?site_id=berita&news=20120118191636.htm&ndate=1/18/2012%207:16:36%20PM

Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Daerah di Lingkungan PemerintahKabupaten Indragiri Hulu

Jakarta, Senin, 20 Pebruari 2012, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah menerima kunjungan Bupati Indragiri Hulu. Dalam pertemuan yang dimulai jam 08.00 WIB tersebut dibahas tentang agenda Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu dengan Aplikasi SIMDA.

Peserta yang hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Bupati Indragiri Hulu, Sekretaris Daerah, Kepala DPPKAD, Inspektur Kabupaten Indragiri Hulu, Kepala Bidang Aset Daerah pada DPPKAD, dan Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Sedangkan dari BPKP dihadiri langsung oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Iman Bastari yang didampingi oleh Direktur PPKD Wilayah I, Kasubdit Wilayah III.1 dan III.2, Kepala Bidang APD Perwakilan BPKP Provinsi Riau, Satuan Tugas Pengembangan SIMDA Pusat dan 2 orang PFA Perwakilan BPKP Provinsi Riau.

Dalam sambutannya, Bupati Indragiri Hulu, Yopi Arianto menyatakan keinginannya untuk meningkatkan pengelolaan keuangan daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu melalui kerjasama dengan BPKP dalam rangka implementasi aplikasi SIMDA. Rombongan berharap dapat memperoleh gambaran umum pelaksanaan kerjasama dengan BPKP sehingga dapat mencarikan solusi atas permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan keuangan daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu baik menyangkut sistim pengelolaan aset daerah, sistem pengelolaan keuangan daerah, sistem penggajian dan sistim pengelolaan pendapatan asli daerah.

Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Iman Bastari menyampaikan bahwa sampai saat ini, aplikasi SIMDA telah diimplementasikan pada 293 Pemda, meliputi aplikasi SIMDA Keuangan 255 Pemda, aplikasi SIMDA BMD 201 Pemda, Aplikasi SIMDA Gaji 86 Pemda, dan Aplikasi SIMDA Pendapatan 3 Pemda. Beliau memaparkan secara garis besar aplikasi SIMDA yang telah dibangun dan diimplementasikan dilingkungan Pemerintah Daerah yaitu :
1) Aplikasi Simda Keuangan yang sudah terintegrasi mulai dari proses penganggaran, penatausahaan keuangan daerah sampai dengan penyusunan laporan keuangan, sehingga Pemda yang menerapkan aplikasi SIMDA Keuangan tidak bisa lagi bermain-main dengan dana APBD karena APBD menjadi transparan dalam lingkup yang terbatas.
2) Aplikasi SIMDA BMD yang digunakan untuk penatausahaan barang milik daerah sehingga dapat menjadi dukungan laporan keuangan.
3) Aplikasi SIMDA Gaji yang digunakan untuk penatausahaan gaji pegawai dimana belanja gaji pegawai menempati porsi yang besar dalam APBD.
4) Aplikasi SIMDA Pendapatan yang digunakan untuk penatausahaan pendapatan asli daerah.
Mengakhiri sambutannya, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah siap mendukung pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah ke arah yang lebih baik.

Bupati Indragiri Hulu merasa optimis jika kerjasama dengan BPKP dapat meningkatkan pengelolaan keuangan daerah, namun yang menjadi kendala bahwa SDM Pemda yang ada masih banyak yang tidak menguasai komputer, disamping kurangnya dukungan anggota dewan karena rendahnya pemahaman atas pengelolaan keuangan daerah, sehingga diharapkan dibuat pelatihan kepada para bendahara pengeluaran dengan tambahan test untuk menilai kelayakannya menjadi bendahara pengeluaran. Sosialisasi pengelolaan keuangan daerah hendaknya melibatkan juga anggota dewan sebagai peserta. Beberapa permasalahan menyangkut pengelolaan aset tetap seperti masih banyak tanah milik pemda yang belum bersertifikat dan beberapa aset yang sudah diklaim oleh masyarakat akan diselesaikan dengan melibatkan fihak-fihak terkait seperti Badan Pertanahan Nasional untuk kegiatan sertifikasi tanah milik pemda.

Kepala BPKAD Kabupaten Indragiri Hulu berharap dapat mengimplementasikan aplikasi SIMDA Pendapatan dalam tahun2012, karena selama ini banyak SKP/SKR yang WPnya tidak jelas sehingga meminta bantuan tenaga Perwakilan BPKP Provinsi Riau untuk menelusurinya. Lebih lanjut, Kepala BPKAD, berharap dalam penerapan setiap aplikasi yang dimiliki BPKP, dapat terjadi transfer of knowledge, sehingga pemda tidak tergantung secara terus menerus pada tenaga dari BPKP.

Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Riau, Lucky Agus Janapria menambahkan bahwa kendala penerapan aplikasi SIMDA di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu yaitu masih digunakannya aplikasi pihak ketiga, sedangkan komitmen kepala daerah berkeinginan untuk menggunakan aplikasi SIMDA. Kesepakatan yang dibuat dengan pihak Pemda Indragiri Hulu yaitu aplikasi lama masih digunakan untuk tahun anggaran 2011 sampai dengan proses penyelesaian laporan keuangan dan BPKP Perwakilan akan membantu dalam melakukan review atas laporan keuangan yang dihasilkan dari aplikasi tersebut . Sedangkan untuk tahun 2012 akan menggunakan aplikasi SIMDA baik SIMDA Keuangan maupun SIMDA BMD. Dalam waktu dekat (akhir bulan Pebruari 2012) Tim Pengembang SIMDA Pusat diharapkan dapat mensosialisasikan aplikasi SIMDA BMD rilis 2 kepada para pengurus barang di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu untuk selanjutnya dilakukan install aplikasi tersebut sehingga dapat digunakan untuk pengelolaan barang milik daerah mulai tahun 2012.

Tim Satgas Pengembangan SIMDA di hadapan para peserta pertemuan, mendemonstrasikan proses pengelolaan keuangan daerah dalam aplikasi SIMDA mulai dari input data sampai dengan bentuk-bentuk laporan yang dapat dihasilkan dalam aplikasi SIMDA Keuangan mulai dari proses penganggaran, penatausahaan keuangan daerah sampai dengan penyusunan laporan keuangan, termasuk bentuk-bentuk report yang dihasilkan dalam aplikasi SIMDA BMD. (Humas Deputi PKD=Rustam-Amir El Husin)

Sumber: http://www.bpkp.go.id/berita/read/7792/0/Peningkatan-Kualitas-Pengelolaan-Keuangan-Daerah-di-lingkungan-Pemerintah-Kabupaten-Indragiri-Hulu.bpkpA

Naming and Shaming” dalam Upaya Percepatan dan Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan

Liputan Penilaian Kepatuhan Satuan Kerja dalam Penyusunan Laporan Keuangan dan Kualitas Laporan Keuangan di KPPN Batam
Batam, perbendaharaan.go.id - Dalam rangka mewujudkan percepatan penyusunan dan kualitas laporan keuangan, KPPN Batam melakukan terobosan baru sejak akhir tahun 2011 dengan menerapkan strategi “Naming and Shaming”. Strategi ini intinya mengumumkan secara terbuka penilaian atas kepatuhan satuan kerja dalam penyusunan Laporan Keuangan dan kualitas Laporan Keuangan yang disusun.

Kriteria dalam penilaian tersebut meliputi kecepatan dan ketepatan rekonsilias, kecepatan, kelengkapan dan keakuratan laporan keuangan, serta kecepatan , kelengkapan dan keakuratan LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) Bendahara. Hasil penilaian tersebut secara lengkap disampaikan kepada seluruh Kuasa Pengguna Anggaran, diumumkan pada lokasi yang mudah dilihat dan dirancang agar mudah dibaca.

Mengawali kegiatan ini, KPPN Batam khususnya Seksi Verifikasi dan Akuntansi selalu mengingatkan kembali kepada seluruh satuan kerja mengenai batas waktu rekonsiliasi, batas waktu penyampaian Laporan Keuangan dan LPJ Bendahara yang dikirimkan melalui email para satuan kerja. Pada penilaian Bulan November 2011, selain dengan pengumuman tersebut KPPN Batam juga memberikan penghargaan kepada dua satuan kerja untuk Laporan Keuangan terbaik, yaitu Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Tanjung Batu, dimana waktu penyerahannya disampaikan di depan Walikota Batam, Ahmad Dahlan saat penyerahan DIPA 2012 yang bertempat di kantor Walikota Batam.

Terbukti dengan terobosan baru ini, seluruh satuan kerja berlomba-lomba untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi pada penilaian rekonsiliasi Bulan Desember. Antusiasme satuan kerja terbukti dengan lebih pro aktif nya para satuan kerja bertanya, baik mengenai masalah rekonsiliasi, kelengkapan Laporan Keuangan dan LPJ Bendahara yang disampaikan para satuan kerja baik melalui telepon, email, atau bahkan datang langsung ke KPPN. Pada penilaian Bulan Desember, Sat.Brimob Polda Kepri mendapatkan poin tertinggi dalam Laporan Keuangan terbaik. Kepala Urusan Keuangan Sat.Brimob Polda Kepri, Aipda.Sugiyono mengatakan bahwa motivasi untuk meraih peringkat satu ini adalah ingin menjadi yang terbaik dalam mengelola keuangan. Selalu mengadakan koordinasi dengan anggota bagian keuangannya serta mengadakan rapat setiap seminggu sekali untuk mengevalusai kinerja para anggotanya. Inilah beberapa kiat-kiat khusus yang diterapkan oleh Sat.Brimob Polda Kepri. Sehingga dapat meraih nilai yang terbaik pada Bulan Desember 2011 dari sebelumnya peringkat ke-41 pada penilaian Bulan November 2011.

Khusus untuk hasil penilaian Bulan Desember 2011, KPPN Batam berkolaborasi dengan DUTA SPAN memberikan bingkisan berupa Kalender “SAKTI” untuk satuan kerja yang menduduki peringkat 1 sampai dengan 15 terbaik dalam penyusunan Laporan Keuangan. KPPN Batam berharap semoga antusiasme para satuan kerja tidak berhenti sampai disini. Di tahun yang baru, dengan semangat baru dan dengan aplikasi baru serta adanya tambahan beberapa satuan kerja baru diharapkan satuan kerja di wilayah pembayaran KPPN Batam dapat lebih terpacu meningkatkan kualitas Laporan Keuangannya.

Oleh: Kontributor KPPN Batam

Sumber: http://www.perbendaharaan.go.id/new/?pilih=news&aksi=lihat&id=2823

PENINGKATAN PERAN ITJEN SEBAGAI QUALITY ASSURANCE (PENJAMIN MUTU)

Dalam rangka mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) serta memastikan tujuan pembangunan kesehatan dapat dicapai secara hemat, efisien, efektif dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka Inspektorat Jenderal telah mencanangkan perubahan paradigma dari yang semula menitik beratkan kepada fungsi Watchdog, sekarang lebih diarahkan kepada peningkatan peran Itjen menjadi Konsultan dan Katalisator.

Peran Itjen yang semula sebagai Watchdog yang lebih berorientasi menghukum, instruktif serta kurang memberi kesempatan kepada auditan untuk menjelaskan sesuatu dirasakan kurang efektif sehingga peran Itjen sekarang lebih diarahkan kepada peran sebagai konsultan dan katalisator yang lebih mengarah kepada penghantar bagi suatu unit kerja untuk meningkatkan kualitas kinerjanya sesuai rencana dan ketentuan yang berlaku serta lebih memberikan solusi atas masalah dan hambatan yg dihadapi unit kerja tersebut dalam mencapai tujuan organisasi.

Sumber: http://www.itjen.depkes.go.id/

Perkembangan dan Klasifikasi Akuntansi Internasional

Akuntansi Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya. Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan bisnis.

Berikut ini karakteristik era ekonomi global:
1. Bisnis internasional
2. Hilangnya batasan-batasan antar Negara era ekonomi global sering sulit untuk mengindentifikasi Negara asal suatu produk atau perusahaan, hal ini terjadi pada perusahaan multinasional
3. Ketergantungan pada perdagangan internasional
Ada 8 (delapan) factor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi internasional:
1. Sumber pendanaan
Di Negara-negara dengan pasar ekuitas yang kuat, akuntansi memiliki focus atas seberapa baik manajemen menjalankan perusahaan (profitabilitas), dan dirancang untuk membantu investor menganalisis arus kas masa depan dan resiko terkait. Sebaliknya, dalam system berbasis kredit di mana bank merupakan sumber utama pendanaan, akuntansi memiliki focus atas perlindungan kreditor melalui pengukuran akuntansi yang konservatif.
2. Sistem Hukum
Dunia barat memiliki dua orientasi dasar: hukum kode (sipil) dan hukum umum (kasus). Dalam Negara-negara hukum kode, hukum merupakan satu kelompok lengkap yang mencakup ketentuan dan prosedur sehingga aturan akuntansi digabungkan dalam hukum nasional dan cenderung sangat lengkap. Sebaliknya, hukum umum berkembang atas dasar kasus per kasus tanpa adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus dalam kode yang lengkap.
3. Perpajakan
Di kebanyakan Negara, peraturan pajak secara efektif menentukan standar karena perusahaan harus mencatat pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk keperluan pajak. Ketka akuntansi keuangan dan pajak terpisah, kadang-kadang aturan pajak mengharuskan penerapan prinsip akuntansi tertentu.
4. Ikatan Politik dan Ekonomi
5. Inflasi
Inflasi menyebabkan distorsi terhadap akuntansi biaya histories dan mempengaruhi kecenderungan (tendensi) suatu Negara untuk menerapkan perubahan terhadap akun-akun perusahaan.
6. Tingkat Perkembangan Ekonomi
Faktor ini mempengaruhi jenis transaksi usaha yang dilaksanakan dalam suatu perekonomian dan menentukan manakah yang paling utama.
7. Tingkat Pendidikan
Standard praktik akuntansi yang sangat rumit akan menjadi tidak berguna jika disalahartikan dan disalahgunakan. Pengungkapan mengenai resiko efek derivative tidak akan informative kecuali jika dibaca oleh pihak yang berkompeten.
8. Budaya
Empat dimensi budaya nasional, menurut Hofstede: individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, maskulinitas.
Dimensi Nilai Akuntansi yang Mempengaruhi Praktek Akuntansi:
1. Profesionalisme versus control wajib preferensi terhadap pelaksanaan perimbangan professional individu dan regulasi sendiri kalangan professional dibandingkan terhadap kepatuhan dengan ketentuan hokum yang telah ditentukan.
2. Keseragaman versus fleksibilitas preferensi terhadap keseragaman dan konsistensi dibandingkan fleksibilitas dalam bereaksi terhadap suatu keadaan tertentu
3. Konservatisme versus optimisme
4. Kerahasiaan versus transparansi preferensi atas kerahasiaan dan pembatasan informasi usaha menurut dasar kebutuhan untuk tahu dibandingkan dengan kesediaan untuk mengungkapkan informasi terhadap public.
Alasan-alasan perusahaan Go Internasional:
1. Theory pf comparative advantage
2. Imperfect market theory
3. Product cycle theory
4. Transfer technology and Strategic Alliance
Tantangan bagi profesi akuntan dalam pengembangan akuntansi:
1. Skill dan kompetensi yang dimiliki
2. Memahami Cross Functional Linkages, akuntan tidak hanya cukup mahir dalam teknik, prosedur dan standar akuntansi tetapi juga harus biasa memandang bisnis sebagai suatu bentuk terintegrasi. Seperti : kualitas produk, fleksibilitas produksi dan kemampuan untuk memproduksi dan mengekspor dengan cepat agar bias memenangkan persaingan global
3. Analisis keuangan dan perbandingannya
KLASIFIKASI AKUNTANSI INTERNASIONAL
Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua cara: Dengan pertimbangan dan secara empiris. Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi dan pengalaman. Klasifikasi secara empiris menggunakan metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip dan praktek akuntansi seluruh dunia.
Ada 4 (empat) pendekatan terhadap perkembangan akuntansi:
1. Berdasarkan pendekatan makroekonomi, praktek akuntansi didapatkan dari dan dirancang untuk meningkatkan tujuan makroekonomi nasional.
2. Berdasarkan pendekatan mikroekonomi, akuntansi bekembang dari prinsip-prinsip mikroekonomi. Tujuannya terletak pada perusahaan secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan hidup.
3. Berdasarkan pendekatan independent, akuntansi berasal dari praktek bisnis dan berkembang secara ad hoc, dengan dasar perlahan-lahan dan pertimbangan, coba-coba, dan kesalahan. Akuntansi dipandang sebagai fungsi jasa yang konsep dan prinsipnya diambil dari proses bisnis yang dijalankan dan bukan dari cabang keilmuan seperti ekonomi.
4. Berdasarkan pendekatan yang seragam, akuntansi distandariasi dan digunakan sebagai alat untuk kendali administrasi oleh pemerintah pusat. Keseragaman dalam pengukuran, pengungkapan, dan penyajian akan memudahkan perancang pemerintah, otoritas pajak, dan bahkan manajer untuk menggunakan informasi akuntansi dalam mengendalikan seluruh jenis bisnis.
Akuntansi juga dapat diklasifikasikan dengan system hokum suatu Negara. (1) Akuntansi dalam negara-negara hukum umum memiliki karakter berorientasi terhadap penyajian wajar, transparansi, dan pengungkapan penuh dan pemisahan antara akuntansi keuangan dan pajak. Pasar saham mendominasi sumber-sumber keuangan dan pelaporan keuangan ditunjukkan untuk kebutuhan infrmasi investor luar. Akuntansi hukum umum disebut sebagai Anglo Saxon. (2) Akuntansi dalam Negara-negara hukum kode memiliki karakteristik beorientasi legalistic, tidak membiarkan pengungkapan dalam jumlah kurang, dan kesesuaian antara ankuntansi keuangan dan pajak. Bank atau pemerintah mendominasi ksumber keuangan dan pelaporan keuangan dan pelaporan keuangan ditujukan untuk perlindungan kreditor. Akuntansi ini disebut juga continental. Pemberian karakter akuntansi memparalelkan hal yang disebut sebagai model pemegang saham dan pihak berkepentingan tata kelila perusahaan dalan Negara hukum umum dan hukum kode.
Banyak perbedaan akuntansi di tingkat nasional menjadi semakin hilang. Terdapat beberapa alasan untuk hal ini (1) Ratusan perusahaan saat ini mencatat sahamnya pada bursa efek di luar Negara asal mereka, (2) Beberapa Negara hukum kode, secara khusus Jerman dan Jepang mengalihkan tanggung jawab pembentukan standar akuntansi dari pemerintah kepada kelompok sector swasta yang professional dan independent, (3) Pentingnya pasar saham sebagai sumber pendanaan semakin tumbuh di seluruh dunia.
Klasifikasi yang didasarkan padada penyajian wajar versus kepatuhan hukum menimbulkan pengaruh yang besar terhadap banyak permasalahan akuntansi, seperti (1) depresiasi, di mana beban ditentukan berdasarkan penurunan kegunaan suatu aktiva selama masa manfaat ekonomi (penyajian wajar) atau jumlah yang diperbolehkan untuk tujuan pajak (kepatuhan hukum), (2) sewa guna usaha yang memiliki substansi pembelian aktiva tetap diperlakukan seperti itu (penyajian wajar) atau diperlakukan seperti sewa guna usaha operasi yang biasa (kepatuhan hukum), (3) pension dengan biaya yang diakrual pada saat dihasilkan oleh karyawan (penyajian wajar) atau dibebankan menurut dasar dibayar pada saat berhenti kerja (kepatuhan hukum).
Masalah lain adalah penggunaan cadangan diskrit untuk meratakan laba dari satu periode ke periode yang lain. Penyajian wajar dan substansi mengungguli bentuk (substance over form) merupakan cii utama akuntansi hukum umum. Akuntansi kepatuhan hukum drancang untuk memenuhi ketentuan yang dikenankan pemerintah seperti perhitungan laba kena pajak atau memenuhi rencana makroekonomi pemerintah nasional. Pengukuran yang konservatif mamastikan bahwa jumlah yang hati-hati dibagikan. Akuntansi kepatuhan hukum akan terus digunakan dalam laporan keuangan perusahaan secara individu yang ada di Negara-negara hukum kode di mana laporan konsolidasi menerapkan pelaporan dengan penyajian wajar. Dengan cara ini, laporan konsolidasi dapat memberikan informasi kepada investor sedangkan laporan perusahaan individual untuk memenuhi ketentuan hukum.

Sumber: http://renamei77.student.umm.ac.id/2010/01/29/perkembangan-dan-klasifikasi-akuntansi-internasional/

Klasifikasi Akuntansi Internasional

Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua cara: Dengan pertimbangan dan secara empiris. Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi dan pengalaman. Klasifikasi secara empiris menggunakan metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip dan praktek akuntansi seluruh dunia.
Ada 4 (empat) pendekatan terhadap perkembangan akuntansi:
1. Berdasarkan pendekatan makroekonomi, praktek akuntansi didapatkan dari dan dirancang untuk meningkatkan tujuan makroekonomi nasional.
2. Berdasarkan pendekatan mikroekonomi, akuntansi bekembang dari prinsip-prinsip mikroekonomi. Tujuannya terletak pada perusahaan secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan hidup.
3. Berdasarkan pendekatan independent, akuntansi berasal dari praktek bisnis dan berkembang secara ad hoc, dengan dasar perlahan-lahan dan pertimbangan, coba-coba, dan kesalahan. Akuntansi dipandang sebagai fungsi jasa yang konsep dan prinsipnya diambil dari proses bisnis yang dijalankan dan bukan dari cabang keilmuan seperti ekonomi.
4. Berdasarkan pendekatan yang seragam, akuntansi distandariasi dan digunakan sebagai alat untuk kendali administrasi oleh pemerintah pusat. Keseragaman dalam pengukuran, pengungkapan, dan penyajian akan memudahkan perancang pemerintah, otoritas pajak, dan bahkan manajer untuk menggunakan informasi akuntansi dalam mengendalikan seluruh jenis bisnis.
Akuntansi juga dapat diklasifikasikan dengan system hokum suatu Negara. (1) Akuntansi dalam negara-negara hukum umum memiliki karakter berorientasi terhadap penyajian wajar, transparansi, dan pengungkapan penuh dan pemisahan antara akuntansi keuangan dan pajak. Pasar saham mendominasi sumber-sumber keuangan dan pelaporan keuangan ditunjukkan untuk kebutuhan infrmasi investor luar. Akuntansi hukum umum disebut sebagai Anglo Saxon. (2) Akuntansi dalam Negara-negara hukum kode memiliki karakteristik beorientasi legalistic, tidak membiarkan pengungkapan dalam jumlah kurang, dan kesesuaian antara ankuntansi keuangan dan pajak. Bank atau pemerintah mendominasi ksumber keuangan dan pelaporan keuangan dan pelaporan keuangan ditujukan untuk perlindungan kreditor. Akuntansi ini disebut juga continental. Pemberian karakter akuntansi memparalelkan hal yang disebut sebagai model pemegang saham dan pihak berkepentingan tata kelila perusahaan dalan Negara hukum umum dan hukum kode.
Banyak perbedaan akuntansi di tingkat nasional menjadi semakin hilang. Terdapat beberapa alasan untuk hal ini (1) Ratusan perusahaan saat ini mencatat sahamnya pada bursa efek di luar Negara asal mereka,
(2) Beberapa Negara hukum kode, secara khusus Jerman dan Jepang mengalihkan tanggung jawab pembentukan standar akuntansi dari pemerintah kepada kelompok sector swasta yang professional dan independent,
(3) Pentingnya pasar saham sebagai sumber pendanaan semakin tumbuh di seluruh dunia.
Klasifikasi yang didasarkan padada penyajian wajar versus kepatuhan hukum menimbulkan pengaruh yang besar terhadap banyak permasalahan akuntansi, seperti
(1) depresiasi, di mana beban ditentukan berdasarkan penurunan kegunaan suatu aktiva selama masa manfaat ekonomi (penyajian wajar) atau jumlah yang diperbolehkan untuk tujuan pajak (kepatuhan hukum),
(2) sewa guna usaha yang memiliki substansi pembelian aktiva tetap diperlakukan seperti itu (penyajian wajar) atau diperlakukan seperti sewa guna usaha operasi yang biasa (kepatuhan hukum),
(3) pension dengan biaya yang diakrual pada saat dihasilkan oleh karyawan (penyajian wajar) atau dibebankan menurut dasar dibayar pada saat berhenti kerja (kepatuhan hukum).
Masalah lain adalah penggunaan cadangan diskrit untuk meratakan laba dari satu periode ke periode yang lain. Penyajian wajar dan substansi mengungguli bentuk (substance over form) merupakan cii utama akuntansi hukum umum. Akuntansi kepatuhan hukum drancang untuk memenuhi ketentuan yang dikenankan pemerintah seperti perhitungan laba kena pajak atau memenuhi rencana makroekonomi pemerintah nasional. Pengukuran yang konservatif mamastikan bahwa jumlah yang hati-hati dibagikan. Akuntansi kepatuhan hukum akan terus digunakan dalam laporan keuangan perusahaan secara individu yang ada di Negara-negara hukum kode di mana laporan konsolidasi menerapkan pelaporan dengan penyajian wajar. Dengan cara ini, laporan konsolidasi dapat memberikan informasi kepada investor sedangkan laporan perusahaan individual untuk memenuhi ketentuan hukum.

Sumber: http://renamei77.student.umm.ac.id/2010/01/29/perkembangan-dan-klasifikasi-akuntansi-internasional/

Perusahaan Diminta Adopsi Standar Pelaporan Akuntansi Internasional

KUTA - Seluruh perusahaan publik baik negara dan swasta diharapkan segera mengadopsi standar pelaporan akuntansi internasional sehingga pelaporan keuangannya bisa lebih transparan dan kredibel.

Sebanyak 21 nagera di kawasan Asia-Oceania tengah berkumpul di Bali guna membahas isu-isu penting dalam penerapan standar pelaporan akutantasi internasional atau International Fiancial Reporting Standards (IFRS).

Wakil Presiden Boediono mengatakan, pengalihan atau konvergensi standar akuntansi Indonesia dengan standar akuntansi internasional bukanlah yang mudah.

"Convergence IFRS bukan hanya masalah akuntansi, tetapi tujuan utama dari konvergensi IFRS adalah untuk meningkatkan kualitas dan transparansi laporan keuangan perusahaan di Indonesia " kata Boediono saat menjadi pembicara kunci pada 5Th International Finance (IFRS) di Kuta, Bali, Senin (23/05/2011).

Boediono mengaku senang karena konvergensi IFRS juga didukung oleh regulator lain seperti Bapepam-??Lembaga Keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian BUMN. Dengan dukungan itu, menjadi keharusan bagi perusahaan di bawah pengawasan mereka untuk menggunakan PSAK berbasis IFRS.

"Mudah-mudahan, dukungan ini juga bisa diikuti regulator lainnya, sehingga bisnis orang di Indonesia dapat menikmati sinergi dari regulator ini," harapnya.

Dalam kerangka itulah, Boediono menyatakan segera memanggil regulator Indonesia lainnya, guna mendukung inisiatif yang dilakukan Ikatan Akuntan Indonesia dalam menyelesaikan konvergensi IFRS.

Boediono resmi membuka forum IFRS kebijakan regional kelima yang berlangsung dari 23-26 Mei yang diikuti 300 peserta dari 21 negara. Turut hadir Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, pejabat Bank Indonesia, Dirjen Pajak dan lainnya.

Wapres menambahkan, acara ini sangat penting dan strategis bagi Indonesia, karena bisa menjelaskan dunia bagaimana membangun konvergensi IFRS di Indonesia.

"Lewat kegiatan ini bisa untuk menyampaikan pesan ke dunia bahwa pemerintah Indonesia sangat mendukung konvergensi IFRS berkelanjutan, "kata Ketua Dewan Nasional Lembaga Akuntan Indonesia Mardiasmo.

Seperti diketahui, IFRS Forum Kebijakan Daerah merupakan satu-satunya pertemuan internasional yang tidak hanya dihadiri para pembuat standar, namun juga regulator dan pejabat pemerintah dari 21 negara.

Mardiasmo mengemukakan, kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan dalam wilayah Asia-Oceania. Pertemuan penting untuk menyusun standar akuntasi keuangan, pembuat kebijakan, regulator dan pemerintah untuk bersama-sama berdiskusi mengenai isu-isu yang lebih luas tentang peran masing-masing pihak dalam pelaporan keuangan.


Sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/23/278/460030/perusahaan-diminta-adopsi-standar-pelaporan-akuntansi-internasional

AKUNTANSI INTERNASIONAL

AKUNTANSI INTERNASIONAL
(1) Faktor yang mempengaruhi perkembangan dunia akuntansi, dan
(2) Dasar klasifikasi Akuntansi Internasional
sumber yang saya dapatkan itu dari buku akuntansi internasional dengan berbagai pengarang yang berbeda.
dari buku yang pertama, dikutip dari buku AKUNTANSI INTERNASIONAL, karangan DRs. Eko Suwardi, M.Sc. Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.. yang secara garis besar saya ambil adalah:
Bersamaan dengan berkembangnya kesadaran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi, terdapat pula kenyataan bentuk-bentuk akuntansi yang berbeda pada Negara-negara yang berbeda. Berbagai bentuk akuntansi tersebut tentu saja dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan dan persamaan yang dimiliki. Klasifikasi akuntansi sistem pelaporan perlu dilakukan untuk melakukan deskripsi, analisa dan prediksi terhadap perkembangan sistem akuntansi. Tujuan adanya klasifikasi adalah (1) dapat membantu untuk mengetahui sejauh mana sistem mempunyai kesamaan dan perbedaan, (2) bentuk-bentuk perkembangan sistem akuntansi suatu Negara dibandingkan dengan yang lain serta kemungkinannya untuk berubah, dan (3) alas an mengapa suatu sistem mempunyai pengaruh dominan dibandingkan dengan yang lain. Selain itu pengklasifikasian tersebut seharusnya juga dapat membantu pengambilan keputusan untuk menilai prospek dan problem dalam masalah harmonisasi internasional.
1. KLASIFIKASI AKUNTANSI DAN SISTEM PELAPORAN
Terdapat 2 pendekatan untuk klasifikasi sistem akuntansi yaitu:
• Pendekatan Deduktif
Berkaitan dengan pendekatan deduktif ini ada empat pendekatan dalam perkembangan akuntansi:
1. Macroeconomic Pattern
Dalam pendekatan ini bisa dilihat bahwa ternyata akuntansi untuk bisnis berhubungan erat dengan kebijakan perekonomian nasional. Tujuan perusahaan biasanya mengikuti kebijakan ekonomi nasional. Beberapa Negara yang memakai pendekatan ini adalah Swedia, Prancis, dan Jerman.
2. Microeconomic Pattern
Dalam pendekatan ini akuntansi dipandang sebagai cabang ekonomi bisnis. Konsep akuntansi merupakan derivasi dari analisa ekonomi. Konsep utamanya adalah bagaimana mempertahankan investasi modal dalam sebuah entitas bisnis.
3. Independent Discipline Approach
Akuntansi dipandang sebagai fungsi jasa dan diderivasikan dari praktek bisnis. Negara Amerika dan Inggris menganut pendekatan ini.
4. Uniform Accounting Approach
Akuntansi dipandang sebagai alat yang efisien untuk administrasi dan control. Dalam hal ini akuntansi digunakan untuk mempermudah penggunaan dan menyeragamkan baik pengukuran, pengungkapan dan penyajian serta sebagai alat control untuk semua tipe bisnis dan pemakai, termasuk manager, pemerintah dan otoritas perpajakan.
Klasifikasi yang dilakukan G. G. Mueller yang dimuat dalam The International Journal of Accounting (Spring 1968) yang menggunakan penilaian perkembangan ekonomi, kompleksitas bisnis, situasi social politik serta sistem hukum, membagi Negara-negara ke dalam 10 kelompok berdasarkan sistem akuntansi yaitu:
1. Amerika Serikat / Kanada / Belanda
2. Negara-negara persemakmuran Inggris
3. Jerman / Jepang
4. Daratan Eropa (Tidak termasuk Jerman Barat, Belanda dan Skandinavia)
5. Skandinavia
6. Israil / Meksiko
7. Amerika Selatan
8. Negara Berkembang
9. Afrika (tidak termasuk Afrika Selatan)
10. Negara-negara Komunis
• Pendekatan Induktif
Sementara Nair dan Frank dalam The Accounting Review (Juli 1980) membagi Negara-negara ke dalam 5 Group besar yaitu (1) model persemakmuran Inggris, (2) model Amerika Latin / Eropa Selatan, (3) model Eropa Utara dan Tengah, (4) model Amerika Serikat dan (5) Chili berdasarkan perbedaan dalam praktek pengungkapan dan penyajian. Nair dan Frank juga menilai tingkat hubungan pengelompokkan Negara-negara tersebut dengan sejumlah variable seperti bahasa, struktur ekonomi dan perdagangan. Ternyata terdapat perbedaan antara pengungkapan dan pengukuran di masing-masing kelompok Negara tersebut.
Sementara Nobes dalam Journal of Business Finance and Accounting(Spring 1983) mengidentifikasi faktor-faktor yang membedakan sistem akuntansi yaitu:
1. Tipe pemakai laporan keuangan yang dipublikasikan.
2. Tingkat kepastian hukum.
3. Peraturan pajak dalam pengukuran.
4. Tingkat konservatisme.
5. Tingkat keketatan penerapan dalam historical cost.
6. Penyesuaian replacement cost.
7. Praktek konsolidasi.
8. Kemampuan untuk memperoleh provisi.
9. Keseragaman antar perusahaan dalam menerapkan peraturan.
2. PENGARUH-PENGARUH TERHADAP PERKEMBANGAN DUNIA AKUNTANSI
Kultur dan akar sejarah suatu Negara merupakan langkah awal untuk mengenali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap akuntasi. Kultur merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan untuk mengetahui bagaimana sebuah sistem social berubah Karen “pengaruh kultur yaitu: (1) norma dan nilai suatu sistem dan (2) perilaku kelompok dalam interaksinya di dalam dan di luar sistem.”
Elemen-elemen structural dan cultural yang mempengaruhi bisnis
Hofstede mencoba meneliti elemen-elemen structural dari budaya yang mempengaruhi kuat perilaku dalam situasi organisasi dan institusi. Ada 4 dimensi yang diidentifikasikan yaitu:
1. Individualisme vs Kolektivisme
Individualism merupakan kecenderungan fungsi social yang relative bebas dan individual berarti hanya mengurus diri sendiri dan keluarganya. Kebalikannya, kolektivisme adalah kecenderungan fungsi-fungsi social yang relative ketat di mana masing-masing individu mengidentifikasi diri sebagai kelompok dengan loyalitas yang tidak perlu ditanyakan. Masalah utama dimensi ini adalah tingkat interdependensi individu dalam sebuah masyarakat.
2. Large vs Small Power Distance
Power Distance adalah sejauh mana anggota menerima kekuasaan dalam institusi dan organisasi didistribusikan tidak merata. Masyarakat dalam Small Power Distance membutuhkan kesamaan kekuasaan dan justifikasi untuk ketidaksejahteraan kekuasaan. Masyarakat di Large Power Distance menerima perintah hirarki di mana tiap-tiap orang mempunyai tempat tanpa perlu justifikasi lagi. Masalah utaman dimensi ini adalah bagaimana sebuah masyarakat menangani ketidaksetaraan di antara orang-orang jika memang terjadi.
3. Strong vs Weak Uncertainly Avoidance
Uncertainly Avoidance adalah tingkat di mana anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan keraguan-keraguan. Strong Uncertainly Avoidance berusaha mempertahankan suatu masyarakat yang begitu besar kepercayaannya dan kurang toleran terhadap orang atau ide-ide alternative. Kebalikannya untuk Weak Uncertainly Avoidance. Tema utama pada dimensi ini adalah bagaimana reaksi sebuah masyarakat terhadap fakta bahwa waktu hanya berjalan satu arah dan masa depan tidak diketahui serta apakah akan mencoba untuk mengontrol masa depan atau membiarkannya.
4. Maskulin vs Feminim
Maskulin cenderung pada suatu masyarakat yang memberikan parameter pada keluarga, heroism dan sukses-sukses material. Sebaliknya, feminism cenderung pada hubungan personal, toleran pada kelemahan dan kualitas hidup. Tema utama pada dimensi ini adalah bagaimana masyarakat memberikan peran-peran social berhubungan dengan masalah gender.
3. NILAI AKUNTANSI
Gray mengidentifikasi 4 nilai akuntansi:
1. Profesionalisme vs Statutory Control
Kemampuan untuk melakukan judgement profesionalis secara individu serta berusaha mempertahankan regulasi professional yang mandiri dilawankan dengan kepatuhan terhadap persyaratan legal dan statutory control.
2. Uniformity vs Flexibility
Kecenderungan untuk melakukan praktek akuntansi yang seragam dan konsisten antarperusahaan dibandingkan dengan tingkat fleksibilitas untuk menerapkan praktek disesuaikan dengan kondisi suatu perusahaan.
3. Conservatism vs Optimisme
Kecenderungan orang untuk berhati-hati terhadap suatu tingkat resiko saat ini maupun ketidakpastian di masa depan dibandingkan dengan perilaku yang lebih optimis dan keberanian untuk mengambil resiko.
4. Secrecery vs Transparancy
Kecenderungan untuk melakukan pembatasan pengungkapan informasi mengenai bisnis hanya pada pihak-pihak yang terlibat intens dengan manajemen dan keuangan dibandingkan dengan yang lebih transparan dan terbuka.
karena saya lupa diambil dari buku apa, jadi tidak saya tulis daftar pustaka dari buku di penjelasan di bawah ini:
Mengapa kita harus mengetahui bagaimana dan mengapa akuntansi berkembang? Jawabannya adalah sama seperti mengapa mempelajari perkembangan dalam bidang yang lain. Kita akan dapat memahami dengan lebih baik sistem akuntasi suatu Negara dengan mengetahui faktor-faktor dasar yang memperngaruhi perkembangannya. Tentu saja akuntansi berbeda dari satu tempat ke tempat lain di seluruh dunia dan pengetahuan mengenai faktor perkembangan membantu untuk memahami mengapa hal itu terjadi. Dengan kata lain, perbedaan-perbedaan yang terlihat serta persamaan-persamaan dapat dijelaskan melalui faktor-faktor tersebut. Oleh karena akuntansi bereaksi terhadap lingkungannya, lingkungan budaya, ekonomi, hukum dan politik yang berbeda-beda menghasilkan sistem yang serupa pula.

Hal ini membawa kita untuk melakukan klasifikasi. Mengapa kita harus melakukan klasifikasi (perbandingan) sistem akuntansi keungan nasional atau regional? Klasifikasi merupakan dasar untuk memahami dan menganalisis mengapa dan bagaimana sistem akuntansi nasional berbeda-beda. Kita juga dapat menganalisis apakah sistem-sistem tersebut cenderung menyatu atau berbeda. Tujuan klasifikasi adalah untuk mengelompokkan sistem akuntansi keuangan menurut karakteristik khususnya. Klasifikasi mengungkapkan struktur dasar di mana anggota-anggota kelompok memiliki kesamaan dan apa yang membedakan kelompok-kelompok yang beraneka ragam satu sama lain. Dengan mengenali kesamaan dan perbedaan, pemahaman kita mengenai sistem akuntansi akan lebih baik. Klasifikasi merupakan cara untuk melihat dunia.
PERKEMBANGAN

Standar dan praktik akuntansi di setiap Negara merupakan hasil dari interaksi yang kompleks di antara faktor ekonomi, sejarah, kelembagaan dan budaya. Dapat diduga akan terjadinya perbedaan antarnegara. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi nasional juga dapat membantu menjelaskan perbedaan akuntansi antar bangsa.
Kami meyakini bahwa 8 faktor berikut ini memiliki pengaruh yang seignifikan dalam perkembangan akuntansi. Tujuh faktor utama ekonomi, sejarah social, dan/ atau kelembagaan dan merupaka faktor yang sering disebutkan oleh para penulis akuntansi. Akhir-akhir ini, hubungan antara budaya (faktor kedelapan berikut ini) dan perkembangan akuntansi mulai digali lebih lanjut.
1. Sistem pendanaan
Di Negara-negara dengan pasar ekuitas yang kuat, seperti Amerika Serikat dan Inggris, akuntansi memiliki focus atau seberapa baik manajemen menjalankan perusahaan (profitabilitas) dan dirancang untuk membantu investor menganalisis arus kas masa depandan risiko terkait. Pengungkapan dilakukan sangat lengkap untuk memenuhi ketentuan kepemilikan public yang luas. Sebaliknya, dalam sistem berbasis kredit di mana bank merupakan sumber utama pendanaan, akuntansi memiliki focus pada perlindungan kreditor melalui pengukurang akuntansi yang konservatif dalam meminimumkan pembayaran dividen dan menjaga pendanaan yang mencukupi dalam rangka perlindungan bagi para peminjam. Oleh karena lembaga keuangan memilki akses langsung terhadap informasi apa saja yang diinginkan, pengungkapan public yang luas dianggap tidak perlu. Contohnya adalah Jepang dan Swiss.

2. Sistem hukum
Sistem hukum menentukan bagaimana individu dan lembaga berinteraksi. Dunia barat memiliki dua orientasi dasar: kodifikasi hukum (sipil) dan hukum umum (kasus). Kodifikasi hukum utamanya diambil dari hukum Romawi dank ode Napoleon. Dalam Negara-negara yang menganut sistem kodifikasi hukum Latin-Romawi, hukum merupakan suatu kelompok lengkap yang mencakup ketentuan dan prosedur. Kodifikasi standar dan prosedur akuntansi merupakan hal yang wajar dan sesuai di sana. Dengan demikian, di Negara-negara yang menganut kodifikasi hukum, aturan akuntansi digabungkan dalam hukum nasional dan cenderung sangat lengkap dan mencakupi banyak prosedur. Sebaliknya, hukum umum berkembang atas dasar kasus per kasus tanpa adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus dalam kode lengkap. Tentu saja, terdapat hukum dasar, tetapi cenderung tidak terlalu detail dan lebih fleksibel bila dibandingkan dengan sistem kodifikasi umum. Hal ini mendorong usaha coba-coba dan memungkinkan penerapan pertimbangan. Hukum umum diambil dari kasus hukum Inggris. Pada kebanyakan Negara hukum umum, aturan akuntansi ditetapkan oleh organisasi professional sector swasta. Hal ini memungkinkan aturan akuntansi menjadi lebih adaptif dan inovatif. Kecuali untuk ketentuan dasar yang luas, kebanyakan aturan akuntansi tidak digabungkan secara langsung ke dalam hukum dasar. Kodifikasi hukum (kode hukum) cenderung terpaku pada muatan (isi) ekonominya. Sebagai contoh, sewa guna usaha di bawah aturan hukum umum biasanya tidak dikapitalisasi. Sebaliknya, sewa guna usaha di bawah hukum umum pada dasarnya dapat dikapitalisasi jika ia menjadi bagian dari pembeli property.

3. Perpajakan
Di kebanyakan Negara, peraturan pajak secara efektif menentukan standar akuntansi karena perusahaan harus mencatat pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya dalam keperluan pajak. Dengan kata lain, pajak keuangan dan pajak akuntansi adalah sama. Dalam kasus ini, sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Jerman dan Swedia. Di Negara lain seperti Belanda, akuntansi keuangan dan pajak berbeda: laba kena pajak pada dasarnya adalah laba akuntansi keuangan yang disesuaikan terhadap perbedaan-perbedaan dalam hukum pajak. Tentu saja, ketika akuntansi keuangan dan pajak terpisah, kadang-kadang aturan pajak mengharuskan penerapan prinsip akuntansi tertentu. Penilaian persediaan menurut Masuk Terakhir Keluar Pertama (last-in, first-out- LIFO) di Amerika Serikat merupakan suatu contoh.

4. Ikatan politik dan Ekonomi
Ide dan teknologi akuntansi dialihkan melaui penakhlukan, perdagangan dan kekuatan sejenis. Sistem pencatatan berpasangan (double-entry) yang berawal di Italia pada tahun 1400-an secara perlahan-lahan menyebar luas di Eropa bersamaan dengan gagasan-gagasan pembaruan (rannaissance) lainnya. Kolonialisme Inggris mengekspor akuntan dan konsep akuntansi di seluruh wilayah kekuasaan Inggris. Pendudukan Jerman selama perang dunia II menyebabkan Perancis menerapkan Plan Comptable. Amerika Serikat memaksa rezim pengatur akuntansi bergaya AS di Jepang setelah berakhirnya perang dunia II. Banyak Negara-negara berkembang menggunakan sistem akuntansi yang dikembangkan di tempat lain, entah karena dipaksakan kepada negara-negara tersebut (seperti India) atau karena pilihan mereka sendiri (seperti Negara-negara Eropa Timur sekarang meniru sistem akuntansi menurut aturan Uni Eropa (EU).

5. Inflasi
Inflasi mengaburkan biaya historis akuntansi melalui penurunan berlebihan terhadap nilai-nilai asset dan beban-beban terkait, sementara di sisi lain melakukan peningkatan berlebihan terhadap pendapatan. Negara-negara dengan inflasi tinggi seringkali menuntut perusahaan-perusahaan melakukan berbagai perubahan harga ke dalam perhitungan keuangan mereka. Meksiko dan beberapa Negara Amerika Selatan menggunakan akuntansi tingkat umum karena pengalaman mereka dengan hiperinflasi. Pada akhir tahun 1970-an, sehubungan dengan tingkat inflasi yang tidak biasanya tinggi, AS dan Inggris melakukan eksperimen dengan pelaporan pengaruh perubahan harga.
6. Tingkat perkembangan ekonomi
Faktor ini mempengaruhi jenis transaksi usaha yang dilaksanakan dalam suatu perekonomian dan menentukan manakah yang paling utama. Pada gilirannya, jenis transaksi menentukan masalah akuntansi yang dihadapi. Sebagai contoh, kompensasi eksekutif perusahaan berbasis saham atau sekuritisasi asset merupakan sesuatu yang jarang terjadi dalam perekonomian dengan pasar modal yang kurang berkembang. Saat ini, banyak perekonomian industry berubah menjadi perekonomian jasa. Masalah akuntansi seperti penilaian asset tetap dan pencatatan depresiasi yang sangat relevan dalam sector manufaktur menjadi semakin kurang penting. Tantangan-tantangan akuntansi yang baru, seperti penilaian asset tidak berwujud dan sumber daya manusia semakin berkembang.
7. Tingkat pendidikan
Standar dan praktik akuntansi yang sangat rumit (sophisticated) akan menjadi tidak berguna jika disalahartikan dan disalahgunakan. Sebagai contoh pelaporan teknis yang kompleks mengenai varian perilaku biaya tidak akan berarti apa-apa, kecuali para pembaca memahami akuntansi biaya. Pengungkapan mengenai resiko efek derivative tidak akan informative kecuali jika dibaca oleh pihak yang berkompeten. Pendidikan akuntansi yang professional sulit dicapai jika taraf pendidikan di suatu Negara secara umum juga rendah. Meksiko adalah salah satu contoh Negara di mana permasalahan ini telah berhasil ditanggulangi. Pada situasi lainnya, sebuah Negara harus mengimpor tenaga pelatihan atau mengirim warganya ke Negara lain untuk memperoleh kualifikasi yang layak. Hal terakhir inilah yang saat ini sedang diterapkan oleh Cina.
Beberapa dari tujuh varibel pertama ini sangat berhubungan. Sebagai contoh, sistem hukum umum berawal di Inggris dan kemudian di ekspor ke Negara-negara seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Keempat Negara ini seluruhnya memiliki pasar modal yang sangat maju, yang mendominasi orientasi pelaporan keuangan di Negara-negara tersebut. Akuntansi keuangan dan pajak bersifat terpisah. Sebaliknya, kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental dan Jepang memiliki sistem kodifikasi hukum dan bergantung pada perbankan atau pemerintah untuk memperoleh kebanyakan pendanaan. Aturan akuntansi di sana pada umumnya sesuai dengan hukum pajak.
Sangatlah sulit untuk menentukan mana yang penyebab dan mana yang akibat. Jenis sistem hukum mungkin terlebih dahulu mempengaruhi sistem keuangan di suatu Negara. Sistem hukum umum menekankan hak pemegang saham dan menawarkan perlindungan investor yang lebih baik dibandingkan kodifikasi hukum. Hasilnya adalah pasar ekuitas yang kuat berkembang di Negara-negara hukum dan pasar ekuitas yang lemah berkembang di Negara-negara yang menganut kodifikasi hukum. Perpajakan merupakan fungsi akuntansi yang penting di setiap Negara yang mengenakan pajak penghasilan perusahaan. Apakah pajak mendominasi orientasi akuntansi bergantung pada apakah akuntansi memiliki tujuan kompetisi, yaitu memberikan informasi kepada pemegang saham luar. (Akuntansi Pajak tidak cocok untuk tujuan ini). dengan demikian, jika hukum umum menghasilkan pasar ekuitas yang kuat, perpajakan tidak akan mendominasi. Akan terdapat dua jenis aturan akuntansi: yang satu untuk perpajakan dan yang lain untuk pelaporan keuangan. Aturan pajak akan mendominasi di Negara-negara yang menganut kodifikasi hukum atau berbasis kredit, di mana untuk akuntansi perpajakan dan pelaporan keuangan akan sama.
8. Budaya
Di sini budaya berarti nilai-nilai dan perilaku yang dibagi oleh suatu masyarakat. Variable budaya mendasari pengaturan kelembagaan di suatu Negara (seperti sistem hukum). Hofstede mendasari empat dimensi budaya nasional (nilai social): (1) individualism, (2) jarak kekuasaan, (3) penghindaran ketidakpastian, dan (4) maskulinitas. Analisis yang dilakukannya didasarkan pada data yang berasal dari para karyawan sebuah perusahaan multinasional besar dari AS yang beroperasi di 40 negara yang berbeda.
Secara singkat, individualism merupakan kecenderungan terhadap suatu tatanan social yang tersusun longgar dibandingkan terhadap tatanan yang tersusun ketat dan saling tergantung. Jarak kekuasaan adalah sejauh mana hierarki dan pembagian kekuasaan dalam suatu lembaga dan organisasi secara tidak adil dapat diterima. Penghindaran ketidakpastian adalah sejauh mana masyarakat tidak merasa nyaman dengan ambiguitas dan suatu masa depan yang tidak pasti. Maskulinitas adalah sejauh mana peran gender dibedakan serta kinerja dan pencapaian yang dapat dilihat (nilai-nilai maskulin yang tradisional) ditekankan daripada hubungan dan perhatian.

buku ketiga yang saya ambil, dari buku Akuntansi Internasional (International Accounting) karangan Frederick D. D. Choi Buku 1 Edisi ke 6 penerbit Salemba 4.
Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua kategori: dengan pertimbangan dan secara empiris. Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi, dan pengalaman. Klasifikasi secara empiris menggunakan metode statistik untuk mengumpulkan basis data prinsip dan praktik akuntansi seluruh dunia.
Empat pendekatan terhadap perkembangan akuntansi

Klasifikasi awal yang dilakukan adalah yang diusulkan oleh Mueller pertengahan tahun 1960-an. Ia mengidentifikasikan empat pendekatan terhadap perkembangan akuntansi di Negara-negara Barat dengan sistem ekonomi berorientasi pasar.
(1) Berdasarkan pendekatan makroekonomi, praktik akuntansi didapatkan dari dan dirancang untuk meningkatkan tujuan makroekonomi nasional. Tujuan perusahaan umumnya mengikuti dan bukan memimpin kebijakan nasional, karena perusahaan bisnis mengordinasikan kegiatan mereka dengan kebijakan nasional. Oleh karenanya, sebagai contoh, suatu kebijakan nasional berupa lapangan kerja yang stabil dengan menghindari perubahan besar dalam siklus bisnis akan menghasilkan praktik akuntansi yang meratakan laba. Atau, untuk mendorong perkembangan industry tertentu, suatu Negara dapat mengizinkan penghapusan pengeluaran modal secara cepat pada beberapa industry tersebut. Akuntansi di Swedia berkembang dari pendekatan makroekonomi.
(2) berdasarkan pendekatan mikroekonomi, akuntansi berkembang dari prinsip-prinsip mikroekonomi. Fokusnya terletak pada perusahaan secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan hidup. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan harus mempertahankan modal fisik yang dimiliki. Juga sama pentingnya bahwa perusahaan memisahkan secara jelas modal dari laba untuk mengevaluasi dan mengendalikan aktivitas usaha. Pengukuran akuntansi yang didasarkan pada biaya penggantian sangat didukung karena paling sesuai dengan pendekatan ini. Akuntansi di Belanda berkembang dari mikroekonomi.
(3) berdasarkan pendekatan disiplin independen, akuntansi berasal dari praktik bisnis dan berkembang secara ad hoc, dengan dasar perlahan-lahan dari pertimbangan, coba-coba dan kesalahan. Akuntansi dianggap sebagai fungsi jasa yang konsep dan prinsipnya diambil dari proses bisnis yang dijalankan, dan bukan dari cabang keilmuan seperti ekonomi. Bisnis menghadapi kerumitan dunia nyata dan ketidakpastian yang senantiasa terjadi melalui pengalaman, praktik, dan intuisi. Akuntansi berkembang dengan cara yang sama. Sebagai contoh, laba secara sederhana merupakan hal yang paling bermanfaat dalam praktik dan pengungkapan secara pragmatis dalam menjawab kebutuhan para pengguna. Akuntansi berkembang secara independen di Inggris dan Amerika Serikat.
(4) berdasarkan pendekatan yang seragam, akuntansi distandardisasi dan digunakan sebagai alat untuk kendali administrative oleh pemerintah pusat. Keseragaman dalam pengukuran, pengungkapan dan penyajian akan memudahkan informasi akuntansi dalam mengendalikan seluruh jenis bisnis. Secara umum, pendekatan seragam digunakan di Negara-negara dengan ketelibatan pemerintah yang besar dalam perncanaan ekonomi di mana akuntansi digunakan antara lain untuk mengukur kinerja, mengalokasikan sumber daya, mengumpulkan pajak dan mengendalikan harga. Prancis, dengan bagan akuntansi nasional yang seragam merupakan pendukung utama pendekatan akuntansi secara seragam.


Sumber: http://andamifardela.wordpress.com/2011/03/06/tugas-softskill-akuntansi-internasional/

Sejarah Lahir GCG dan Perkembangannya di Indonesia

Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan public di Indonesia.

Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan (Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan CG. Pemerintah Indonesia mendirikan satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok KNKCG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia.
Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun 2001, pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif.
Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang pemebentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang memperluas cakupan tugas sosialisasi Governance bukan hanya di sector korporasi tapi juga di sector pelayanan public.
KNKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman CG yang telah di terbitkan pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal-hal yang dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal-hal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah :
1. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG.
2. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku.
3. Kelengkapan Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris (komite audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan corporate governance);
4. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam kerangka penerapan GCG yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial;
5. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang saham seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa.;
6. Pernyataan tentang penerapan GCG;
7. Pedoman praktis penerapan Pedoman GCG;
Secara strategis tahapan mengenai implementasi CG di Indonesia melalui beberapa tahap :
1. Pemberdayaan dewan komisaris agar mekanisme Check and Balance berjalan secara efektif. Dewan komisaris yang menjalankan prinsip-prinsip CG dapat secara efektif bekerja sesuai dengan peraturan dan best practices yang ada dalam dunia bisnis. Independensi komisaris diperlukan dalam rangka mewujudkan fungsi check and balance sebagai perwujudan dari asas akuntabilitas dalam perseroan. Saat ini selain pedoman komisari independen dan komite audit yang diterbitkan oleh KNKG, pihak otoritas Pasar Modal, BUMN, dan Perbankan juga telah mewajibkan penunjukan komisaris independen.
2. Memperbanyak agen-agen perubahan melalui program sertifikasi komisaris dan direktur. Melalui institusi pelatihan dan sertifikasi komisaris dan direktur materi CG disampaikan sebagai sarana untuk internalisasi prinsip CG dalam mengelola korporasi. Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) sebagai lembaga pelatihan dan sertifikasi kedirekturan yang di naungi oleh KNKG telah menjalankan fungsinya sejak tahun 2001 untuk menciptakan agen-agen perubahan didalam perusahaan yang konsisten menerapkan prinsip CG. Selain LKDI tercatat juga IICD dan lembaga-lembaga universitas yang turut serta dalam upaya menciptakan agen-agen perubahan.
3. Memasukkan asas-asas GCG kedalam pearturan perundangan seperti UUPT, UUPM, Peraturan Perundangan mengenai BUMN, Peraturan Perundangan mengenai Perbankan khususnya yang terkait dengan asas transparansi, akuntabilitas, dan fairness.
4. Penyusunan Pedoman-Pedoman oleh Komite Nasional Kebijakan Governance.
5. Sosialisasi dan implementasi pedoman-pedoman diantaranya berupa kewajiban assessment di Perbankan dan BUMN.
Secara keseluruhan penegakan aturan untuk penerapan CG belum ada sanksi yang memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak menerapkannya, namun di sektor perbankan telah dicoba untuk dimasukkan beberapa hal yang terkait dengan kewajiban Bank dalam menerapkan CG yang berujung pada sanksi bagi bank-bank yang tidak mengikuti aturan tersebut.

Sumber: http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/sejarah-lahir-gcg-dan-perkembangannya.html

Membangun Tatakelola Perusahaan Menurut Prinsip-Prinsip GCG

Setiap perusahaan memiliki visi dan misi dari keberadaannya. Visi dan misi tersebut merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang akan dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat tercapai dengan keberadaan sistem tatakelola perusahaan yang baik. Disamping itu perlu terbentuk kerjasama tim yang baik dengan berbagai pihak, terutama dari seluruh karyawan dan top manajemen.
Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholdernya.
A. Apakah Itu Prinsip-Prinsip GCG
Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governance berikut ini telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masing-masing. Prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik ini antara lain :
(a). Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.
(b) Pertanggungan-jawab ( responsibility)
Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman operasional bisnis perusahaan.
(c) Keterbukaan (transparancy)
Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
(c) Kewajaran (fairness)
Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
(d) Kemandirian (independency)
Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
B. Bagaimana Melaksanakan Tatakelola Perusahaan Sesuai GCG
Dalam prakteknya prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik ini perlu dibangun dan dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus membangun sistem dan pedoman tata kelola perusahaan yang akan dikembangkannya. Demikian juga dengan para karyawan, mereka perlu memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik yang akan dijalankan perusahaan.
Untuk memudahkan memberikan gambaran bagaimana prinsip-prinsip GCG tersebut akan dibangun, dipahami dan dilaksanakan, berikut ini diberikan beberapa acuan praktis yang perlu dikembangkan lebih lanjut di masing-masing perusahaan. Acuan ini diuraikan mengikuti urutan butir-butir prinsip GCG yang telah dibahas di atas.
Accountability:
1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui visi, misi, tujuan dan target-target operasional di perusahaan
2. Pimpinan. Manajer, karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami peran, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing
3. Uraian tugas di setiap unit usaha atau unit organisasi telah ditetapkan dengan benar dan sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan
4. Proses dalam pengambilan keputusaan telah mengacu dan mentaati sistem dan prosedur yang telah dibangun.
5. Proses cek dan balance telah dilakukan secara menyeluruh di setiap unit organisasi.
6. Sistem penilaian kinerja operasional, organisasi dan kinerja perseorangan telah sepakat ditetapkan, diterapkan dan dievaluasi dengan baik
7. Pertanggungan jawab kinerja pimpinan (BOC, BOD) perusahaan secara rutin seyogyanya dapat dibangun dan dilaporkan.
8. Hasil pekerjaan telah didokumentasikan, dipelihara dan dijaga dengan baik
Responsibility:
1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami seluruh peraturan perusahaan yang berlaku.
2. Pimpinan. Manajer dan karyawan perusahaan telah menerapkan sistem tata nilai dan budaya perusahaan yang dianut perusahaan.
3. Proses dalam pengambilan keputusan di perusahaan senantiasa mengacu dan mentaati sistem dan prosedur yang telah dibangun.
4. Manajer dan karyawan perusahaan telah bekerja sesuai dengan standar operasional, prosedur maupun ketentuan yang berlaku di perusahaan.
5. Unit kerja organisasi perusahaan telah berupaya menghindari pengelolaan perusahaan yang berpotensi merugikan perusahaan dan stakeholder.
6. Proses pendelegasian kewenangan telah dijalankan dengan cukup dan baik demi terselenggaranya pekerjaan.
7. Manajer dan unit organisasi telah melakukan pertanggungan jawab hasil kerja secara teratur.
Transparancy dan Disclosure:
1. Bahwa berbagai pemegang kepentingan (manajemen, karyawan, pelanggan) dapat melihat dan memahami proses dalam pengambilan keputusan manajerial di perusahaan.
2. Pemegang saham berhak memperoleh informasi keuangan perusahaan yang relevan secara berkala dan teratur.
3. Proses pengumpulan dan pelaporan informasi operasional perusahaan telah dilakukan oleh unit organisasi dan karyawan secara terbuka dan obyektif, dengan tetapa menjaga kerahasiaan nasabah/pelanggan
4. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah melakukan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, sistem pengawasan dan standardisasi yang dilakukan.
5. Informasi tentang prosedur dan kebijakan di unit kerja maupun unit organisasi telah dipublikasikan secara tertulis dan dapat diakses oleh semua pihak di dalam dan oleh unit-unit terkait di luar perusahaan.
6. Eksternal auditor, komite audit, internal auditor memiliki akses atas informasi dengan syarat kerahasiaan tetap dijaga.
7. Menyampaikan laporan keuangan audited dan kinerja usaha ke publik secara rutin, maupun laporan corporate governance pada instansi yang berwenang.
Fairness:
1. Pengelola dan karyawan perusahaan akan memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder secara wajar menurut ketentuan yang berlaku umum.
2. Perlakuan adil kepada seluruh pihak pemegang kepentingan (nasabah, pelanggan, pemilik) dalam memberikan pelayanan dan informasi.
3. Manajer, pimpinan unit organisasi dan karyawan dapat membedakan kepentingan perusahaan dengan kepentingan organisasi.
4. Perlakuan, pengembangan timwork, hubungan kerja dan pembinaan pada para karyawan akan dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajibannya secara adil dan wajar.
Independency:
1. Keputusan pimpinan perusahaan hendaknya lepas dari kepentingan berbagai pihak yang merugikan perusahaan.
2. Proses pengambilan keputusan di perusahaan telah dilakukan secara obyektif untuk kepentingan perusahaan
[Proses pengembangan, pengadaan pelatihan maupun evaluasi penilaian dalam pelaksanaan GCG di perusahaan seyogyanya dilakukan oleh pihak konsultan, sehingga akan memperoleh hasil yang efektif dan obyektif

Sumber: http://businessenvironment.wordpress.com/2007/04/30/membangun-tatakelola-perusahaan-menurut-prinsip-prinsip-gcg/